GUNADARMA

ug

Jumat, 22 April 2016

Contoh Lainnya dari kasus ketidakadilan di Indonesia

Pasutri Supriyono, 19, dan Sulastri, 19, terdakwa pencurian setandan pisang divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro Jawa Timur 3,5 bulan pada Februari 2010.
Peristiwa diatas terjadi saat suami istri tersebut, karena merasa tidak punya makanan di rumah yang bisa dimakan, mereka berboncengan motor mau mencari hutangan uang untuk membeli makanan, saat melewati pekarangan tetangganya tergiur untuk mengambil setandan pisang dan sialnya ketahuan oleh tetangganya tersebut, yang kemudian melaporkannya ke kepolisian.
Kasus ini menjadi kontroversi di daerah Bojonegoro, karena hanya pencurian barang seharga tidak lebih dari Rp 5000,- si terdakwa diproses ke meja hijau. Padahal banyak sekali kasus-kasus besar yang melibatkan uang milyaran rupiah dan kebetulan pelakunya adalah para pejabat tidak ditindaklanjuti dengan serius oleh aparat penegak hukum. Atau kalau ditindak lanjuti, itu hanya kosmetik saja, misalnya kasus yang melibatkan mantan ketua DPRD Bojonegoro, walau ditindak lanjuti tapi para tersangka tidak dikenai penahanan.
Dalam kasus ini, sebenarnya bisakah kepolisian ataupun kejaksaaan melepas si terdakwa, karena alasan kemanusiaan dan kecilnya barang yang dicuri? Karena kalau melihat dari aspek keadilan sungguh ironis sekali hanya mencuri setandan pisang, hukumannya 3,5 bulan.
Apa para pejabat korup negara ini tidak malu? Pantaskah pasurtri ini diganjar penjara hanya karena mencuri setandan pisang? Asal kamu tahu, tuntutan awal untuk mereka adalah 7 tahun penjara, hanya karena mencuri setandan pisang karena kelaparan! Dimanakah kemanusiaan sekarang ini?

Minggu, 17 April 2016

Dimanakah Keadilan itu?

Mungkin sebagian dari kita lupa tentang kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib atau akrab disapa Munir. Munir adalah seorang aktivis HAM, Ia lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965. Nama munir mulai melejit ketika ia mulai dikenal sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa orde baru, Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus, setelah rezim Soeharto jatuh. Munir meninggal dalam perjalanan ke Amsterdam, belanda. Ia pergi ke belanda untuk melanjutkan program studi S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht, Belanda. Namun bukan gelar S2 yang munir dapat, ia malah mendapat racun diminumannya, Munir ditengah perjalanan menuju ke belanda diduga diracuni oleh oknum tertentu, yang tidak lain adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus adalah salah seorang anggota pilot senior maskapai penerbangan Garuda Indonesia, Pollycarpus diduga memberikan racun diminuman jeruk yang di minum munir. Pollycarpus adalah saksi kunci dari kasus pembunuhan munir. Ia ditetapkan sebagai tersangka sejak Sabtu, 19 Maret 2004, kemudian pada tanggal 1 Desember 2005, jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menuntutnya hukuman penjara seumur hidup karena terbukti terlibat dan merencanakan pembunuhan Munir, namun ia divonis hukuman penjara selama 14 tahun oleh majelis hakim. Memang sungguh tidak adil hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim, jika kita melihat dari kronologis pembunuhannya. Tapi pada Jumat, 28 November 2014 Pollycarpus diputuskan bebas bersyarat oleh Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Padahal Pollycarpus adalah kunci utama atau saksi utama untuk mengungkap siapa dalang dari pembunuhan munir. Lalu dimanakah keadilan di negeri ini bisa ditegakkan, pemerintah seolah-olah menutupi dan mengganjal kasus pembunuhan munir, terus bagaimana dengan hak-hak keluarga munir ? seolah-olah hak mereka sudah dirampas. Dan jika kita buat sebuah catatan, maka akan banyak catatan hitam yang menghiasi hukum negeri ini. Hak-hak kita seolah-olah di injak-injak dan tak punya arti apa-apa. Keadilan memang sangat sulit di perjuangkan di negeri kita ini. Pollycarpus seharusnya dihukum berat, karena ia telah menciderai keadilan. Namun mengapa pembebasan itu menurut  Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sudah memenuhi syarat administratif dan subtantif. Mereka seharusnya lebih peka melihat permasalahan atau kasus Munir ini, jangan seolah-olah kasus munir ini memang sengaja di musnahkan dan tidak ingin di ungkap. Kenapa kasus ini sampai detik ini masih saja belum terpecahkan, apa mereka takut dengan petinggi-petinggi diluar sana, atau mereka dibayar tinggi untuk melenyapkan kasus ini. Dengan bebasnya Pollycarpus sama saja dengan penjajahan, hak-hak kita dijajah, keadilan dijajah, hukum pun dijajah. Khususnya adalah Hak Anak Munir, hak untuk memperoleh kasih sayang dari seorang seorang Ayah tidak ia dapatkan. Keluarga Pollycarpus pasti senang ketika Pollycarpus diputuskan bebas, tapi coba lihat dan rasakan bagaimana keluarga Munir mendengar jika sang pembunuh telah bebas dan menghirup udara segar diluar sana, apa mereka tidak mengerti apa yang dirasakan keluarga Munir, sakit hati dan sesaknya udara ini mungkin itu yang dirasakan keluarga Munir. bahkan istri Munir dalam sebuah wawancara berkata  "Ibarat kata, saya sudah lama patah hati dengan negeri ini, walaupun saya juga tetap cinta," kata Suciwati. Untuk itu ayolah Pemerintah khususnya Mahkamah Agung serta Kepolisian janganlah kalian takut untuk mengungkap siapa dalang dari pembunuhan Munir ini. Dan Mari kita awasi dan kawal kasus Munir ini, supaya keadilan dapat ditegakkan di Negeri ini. Jadilah pribadi seperti Munir yang dikenal berani dalam bertindak dan tak kenal takut memperjuangkan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Sabtu, 09 April 2016



  Penderitaan Rakyat Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang


 Penderitaan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang jauh lebih berat daripada penderitaan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Walaupun Jepang hanya menjajah Indonesia selama 3 tahun (1942-1945). Jepang memerintah rakyat Indonesia untuk kerja paksa (Romusha) untuk membantu Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Nah, berikut adalah penderitaan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Langsung saja kita simak yang pertama:

1. Merampas Hasil Pertanian Rakyat

Jepang merampas seluruh hasil pertanian rakyat. Seperti beras, jagung, teh, rempah-rempah, dll. Akibatnya, banyak rakyat yang mati kelaparan.

2. Romusha

Romusha adalah sebutan bagi orang-orang di Indonesia yang diperintah untuk kerja paksa tanpa dibayar. Kebanyakan romusha adalah golongan petani.

3. Tanam Paksa

Saat Jepang menjajah Indonesia, Jepang memberlakukan sistem tanam paksa. Dalam sistem tanam paksa, rakyat Indonesia harus mengolah pertanian lalu diberikan kepada Jepang.

4. Pajak

Walaupun petani diperintah untuk tanam paksa, namun mereka tetap harus membayar pajak kepada Jepang. Rakyat Indonesia harus membayar pajak ketika melewati jembatan, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini membuat rakyat Indonesia semakin menderita.

5. Pembatasan Pers

Jepang sangat mengawasi dan membatasi pers di Indonesia. Bahkan semua media massa pun disegel. Jika seandainya Sutan Syahrir tidak mendengar berita lewat radio internasional bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu, maka bisa jadi Indonesia tidak akan merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sabtu, 02 April 2016


HUBUNGAN MANUSIA DAN PENDERITAAN
Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dialah yang maha kuasa atas segala yang ada isi jagad raya ini. Beliau menciptakan mahluk yang bernyawa dan tak bernyawa. Allah tetap kekal dan tak pernah terikat dengan penderitaan.
Mahluk bernyawa memiliki sifat ingin tepenuhi segala hasrat dan keinginannya. Perlu di pahami mahluk hidup selalu membutuhkan pembaharuan dalam diri, seperti memerlukan bahan pangan untuk kelangsungan hidup, membutuh air dan udara. Dan membutuhkan penyegaran rohani berupa ketenangan. Apa bila tidak terpenuhi manusia akan mengalami penderitaan. Dan bila sengaja tidak di penuhi manusia telah melakukang penganiayaan. Namun bila hasrat menjadi patokan untuk selalu di penuhi akan membawa pada kesesatan yang berujung pada penderitaan kekal di akhirat.
Manusia sebagai mahluk yang berakal dan berfikir, tidak hanya menggunakan insting namun juga pemikirannya dan perasaanya. Tidak hanya naluri namun juga nurani.
Manusia diciptakan sebagai mahluk yang paling mulia namun manusia tidak dapat berdiri sendiri secara mutlah. Manusia perlu menjaga dirinya dan selalu mengharapkan perlindungan kepada penciptanya. Manusia kadang kala mengalami kesusahan dalam penghidupanya, dan terkadang sakit jasmaninya akibat tidak dapat memenuhi penghidupanya.
Manusia memerlukan rasa aman agar dirinya terhidar dari penyiksaan. Karena bila tidak dapat memenuhi rasa aman manusia akan mengalami rasa sakit. Manusia selau berusaha memahami kehendak Allah, karena bila hanya memenuhi kehendak untuk mencapai hasrat, walau tidak menderita didunia, namun sikap memenuhi kehendak hanya akan membawa pada pintu-pintu kesesatan dan membawa pada penyiksaan didalam neraka.
Manusia didunia melakukan kenikmatan berlebihan akan membawa pada penderitaan dan rasa sakit. Muncul penyakit jasmani juga terkadang muncul dari penyakit rohani. Manusia mendapat penyiksaan di dunia agar kembali pada jalan Allah dan menyadari kesalahanya. Namun bila manusia tidak menyadari malah semakin menjauhkan diri maka akan membawa pada pederitaan di akhirat.
Banyak yang salah kaprah dalam menyikapi penderitaan. Ada yang menganhap sebagai menikmati rasa sakit sehingga tidak beranjak dari kesesatan. Sangat terlihat penderitaan memiliki kaitan dengan kehidupan manusia berupa siksaan, kemudian rasa sakit, yang terkadang membuat manusia mengalami kekalutan mental. Apa bila manusia tidak mampu melewati proses tersebut dengan ketabahan, di akherat kelak dapat menggiring manusia pada penyiksaan yang pedih di dalam neraka. Adapun akan lebih jelas akan dibahas sebagai berikut.